Rabu, 02 Mei 2012
TAK ADA LAGI RASA SAKIT YANG TAK KENAL WAKTU
Dunia kedokteran Indonesia mencatat sejarah baru. Tindakan bedah otak dengan bius lokal yang lazim dilakukan Eropa dan Amerika, kini bisa dilakukan di Indonesia. Tim dokter di Bandung sukses mengoperasi dua pasien.
"Seperti mukjizat saja. Meski batok kepalanya sedang terbuka menganga dan dikelilingi tim dokter yang sedang mengambil tumor di kepalanya, Reza malah senyum-senyum. Ia bisa ngobrol dengan para dokter dan wartawan yang hadir menyaksikan operasi bedah tumor di kepala Reza," ujar Deni Wahyudi (58) tentang tindakan bedah otak yang dilakukan tim dokter di RS Hasan Sadikin terhadap anaknya, Sabtu (13/12). Reza Triandika Renaldi (17) perlu dioperasi karena mengidap tumor otak.
Sebelum operasi, Deni sempat khawatir dengan nasib anaknya. "Kan sudah banyak cerita orang-orang, setelah dilakukan pembedahan, kondisi pasien semakin parah. Misalnya mulutnya malah enggak benar lagi. Makanya saya sempat tidak tidur dua malam," lanjut ayah tiga anak ini ketika ditemui Senin (15/12) di RS Imanuel, Bandung.
Rasa waswas Deni langsung hilang begitu menyaksikan pelaksanaan operasi
itu melalui layar monitor di luar ruang operasi. "Sungguh jauh berbeda dari yang saya bayangkan dan cerita orang-orang selama ini. Sebelumnya saya dengar walau sudah dioperasi belum tentu sembuh total. Selain biayanya terbilang sangat mahal, juga memerlukan tambahan darah dari luar. Namun, apa yang saya lihat kemarin, sungguh membuat hati ini lega," ujar pria yang bekerja di perusahaan garmen ini.
Deni sudah menyiapkan dana Rp 30 juta untuk keperluan operasi. Ternyata bedah otak dengan bius lokal hanya perlu biaya Rp 10 juta. Begitu juga empat kantung darah yang sudah dipersiapkan, ternyata tidak diperlukan. "Saya tak mengkhawatirkan Reza lagi."
Pantas saja Deni lega karena Reza yang tengah dirawat di RS Immanuel Bandung hanya perlu beberapa lagi rawat inap. Setelah itu, ia sudah bisa kembali ke rumahnya di kawasan Babakan Asih, Bandung. "Kata dokter, tinggal menunggu luka bedah itu mengering dulu, baru boleh pulang," katanya bangga.
TAHU SAAT AKAN PINGSAN
Reza pun sudah bisa diwawancarai. Ia mengisahkan, sejak tiga bulan silam
sering mengalami pusing dan rasa sakit di kepala. Rasa sakit datang seperti tidak
mengenal waktu. "Paling sering justru saat bangun pagi atau saat berjalan di terik matahari. Biasanya diawali dengan pusing, lalu muntah," jelas Reza yang mengaku obat anti nyeri kepala yang dibeli di warung sudah tidak mempan lagi baginya.
Anehnya lagi, rasa sakit yang dirasakan bungsu dari tiga bersaudara dari pasangan Deni Wahyudi dan Teti Krisuwandiyati, semakin hari justru semakin berkembang. "Tadinya hanya sekadar pusing, berkembang menjadi sering mual dan muntah. Bahkan tak jarang saya pingsan mendadak, baik di sekolah, saat berjalan, atau berada di angkot."
Oleh karena sudah sering pingsan, Reza jadi tahu kapan saatnya mau pingsan. "Kalau sudah begitu, saya minta tolong kepada teman atau siapa saja agar jangan meninggalkan saya saat pingsan. Beberapa menit kemudian saya tersadar setelah dibangunkan oleh teman."
Meski demikian, kedua orang tuanya belum menyadari, pelajar SMU Pasundan 2 Bandung ini tengah mengidap penyakit yang cukup gawat. "Kami baru menyadari kalau sakitnya berbahaya, sejak dua minggu lalu. Saat itu, selain mengaku kepalanya serasa ditusuk-tusuk, Reza mulai merasakan kaki dan tangan kirinya tidak bertenaga. Dia sering ambruk tanpa sebab," ujar Deni.
Tak kuat menahan nyeri di kepalanya, Reza sering menangis. Orang tuanya pun membawa Reza ke dokter umum. Reza dirujuk ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Melalui pemeriksaan dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging) diketahui, Reza mengidap tumor di otak. "Saya tidak tahu, bagaimana Reza bisa mengalami tumor. Yang jelas, ketika masih SD kelas 3, kepalanya pernah terbentur. Mungkin itu yang membuat dia sakit seperti itu."
Pasien lain yang berhasil dioperasi dengan cara bius lokal adalah Suparto (38). Karyawan pabrik garmen di Purwakarta (Jabar) ini sama sekali tidak menyangka, dirinya disebut sebagai orang pertama di Indonesia yang menjadi pasien bedah tumor otak dengan bius lokal. Ia melakukan operasi Kamis (11/12). Seperti Reza, Suparto yang tengah dirawat RS Hasan Sadikin juga tampak tenang. "Mestinya hari ini saya sudah boleh pulang," ujar Suparto yang didampingi istrinya, Murniati (31).
Saat-saat operasi, ayah dua anak ini hanya pasrah. "Saya hanya pasrahkan kepada para dokter di sini. Saya tidak mengerti tindakan yang mereka berikan. Saya hanya berteima kasih, rasa sakit di kepala dan kejang-kejang yang saya alami
ini bisa sembuh," ujarnya polos.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar